Suara.com – Pada hari ini, Yayasan Petani Pelindung Hutan (Farmers For Forests Protection Foundation / 4F) telah resmi diluncurkan oleh Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) di Jakarta, bersama para petani dan komunitas masyarakat lokal/adat dari sejumlah wilayah di Indonesia.
Yayasan Petani Pelindung Hutan atau 4F merupakan satu satunya inisiatif yang dibentuk oleh dan untuk petani kecil di Indonesia yang dikembangkan untuk tujuan mengelola dan menyalurkan pendanaan, mengelola program, monitor dan melaporkan dampak program dalam rangka mendukung konservasi hutan serta praktek yang bertanggung-jawab dan bebas deforestasi untuk meningkatkan kesejahteraan petani kecil dan masyarakat lokal/adat.
Latar belakang dari pembentukan 4F adalah semakin tingginya permintaan pasar atas produk-produk Indonesia yang tidak hanya bebas dari deforestasi tetapi juga mendukung usaha konservasi hutan dan azas-azas kelestarian.
Walaupun kearifan lokal petani di Indonesia juga telah menganut azas-azas kelestarian termasuk konservasi hutan, namun usaha dari para petani ini masih perlu dukungan yang kuat dari berbagai pihak, dari pemerintah sampai ke pelaku pasar.
Setelah berbagai kegiatan uji coba di lapangan dalam menerapkan praktik bebas deforestasi menggunakan metode Pendekatan Hutan Stok Karbon Tinggi dan Nilai Konservasi Tinggi selama lebih dari empat tahun di Kalimantan Barat, SPKS telah mendapatkan banyak masukan dari petani, masyarakat adat dan akademisi.
Berdasarkan masukanmasukan yang sangat berharga ini, maka SPKS yakin bahwa 4F sangat dibutuhkan untuk menyambungkan antara aspirasi petani, masyarakat adat, pemerintah dan pasar dalam melindungi hutan di Indonesia.
Mansuetus Alsy Hanu, Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit mengatakan bahwa sudah saatnya petani mendapatkan dukungan yang lebih nyata dalam melindungi hutan. Praktik pengelolaan dan perlindungan hutan oleh petani sawit kecil kerap dikaburkan dengan tudingan sebagai pelaku deforestasi, padahal petani sawit kecil memiliki komitmen yang nyata dalam mendukung praktek pengembangan sawit yang bertanggung jawab dan bebas deforestasi di Indonesia.
Praktik baik tersebut telah dilakukan sejak lama sesuai kearifan lokal dan terus dikembangkan dengan mengadopsi pendekatan nasional dan global untuk memperkuat praktik terbaik dalam pengelolaan dan perlindungan hutan yang tersisa pada wilayah administrasi desa.
Partisipasi petani kecil dan masyarakat adat dalam melakukan konservasi hutan, termasuk hutan adat mereka, merupakan bagian dari dukungan masyarakat atas kebijakan Pemerintah Indonesia di bidang Kehutanan dan Lingkungan yang mencakup konservasi hutan pada wilayah Kawasan Ekosistem Esensial di Areal Penggunaan Lain (APL), di luar kawasan hutan (hutan negara).
“Pada kenyataannya petani-petani di Indonesia yang sebagian besar menerapkan adat mereka dalam melindungi hutan, mampu membuktikan bahwa produk mereka adalah bebas deforestasi. Dengan menggunakan pendekatan standar global, SPKS telah bertahun-tahun mempraktekkan hal ini dengan para petani di Kalimantan Barat. Dengan semakin besarnya permintaan pasar atas produk bebas deforestasi, kita harus menggunakan momentum ini untuk menciptakan mekanisme yang dibutuhkan oleh para petani kita untuk memperkuat kapasitas mereka dalam melindungi hutan kita. Itulah mengapa kita membentuk 4F,” tegas Mansuetus Alsy Hanu.
Beatus Pius Onomuo, Temenggung Hayo Poyo Tono Hibun di Kabupaten Sanggau menambahkan bahwa bagi masyarakat Dayak menjaga hutan adat sudah dilakukan turun temurun, karena hutan adalah sumber penghidupan. Jika hutan rusak, maka sumber mata pencaharian masyarakat dari hutan akan hilang dan kelangsungan budaya/adat Dayak pun terancam hilang.
“Kami berharap agar dunia dapat memahami, menghargai dan membantu upaya kami untuk menjaga hutan. Kami berharap semua pihak terutama pemerintah, pelaku usaha dan pasar dapat mendukung kami melalui kebijakan, program dan pembiayaan agar upaya konservasi hutan yang masyarakat lakukan dapat menghasilkan nilai tambah sehingga produk-produk kami dapat diterima oleh pasar dan di sisi lain upaya menjaga hutan supaya tetap lestari dan terus dipertahankan dari generasi ke generasi berikutnya,” kata Beatus Pius Onomuo.
Aron, Bupati Kabupaten Sekadau mengatakan bahwa identifikasi, pemetaan dan perlindungan areal hutan adat secara lestari merupakan salah satu agenda penting dari Rencana Aksi Daerah Kelapa Sawit Berkelanjutan di Kabupaten Sekadau di Kalimantan Barat untuk mendukung pengelolaan lanskap termasuk sawit secara berkelanjutan serta mendukung praktik konservasi hutan yang dilakukan oleh masyarakat.
“Kami telah melakukan program-program untuk mengidentifikasi hutan masyarakat adat di wilayah Kabupaten Sekadau di Kalimantan Barat. Program ini akan ditindaklanjuti dengan pemetaan dan aspek legalitas. Dukungan dari berbagai pihak sangat penting karena kita harus memperluas wilayah kerja untuk juga melindungi hutan bersama masyarakat adat dan petani di desa-desa lain di Kabupaten Sekadau dan selebihnya, untuk kesejahteraan masyarakat kita dan agar produk-produk kita diterima dengan baik di pasar dunia,” tegasnya.
Sumber Berita :
#farmers4forest #petanipelindunghutan