Bullet Point:
- Yayasan Petani Pelindung Hutan (4F) bersama dengan High Carbon Stock Approach (HCSA), Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Greenpeace dan Hight Coservation Value Network meluncurkan pedoman Panduan Bebas-Deforestasi untuk petani kecil
- Panduan Bebas-Deforestasi untuk petani kecil hasil dari kolaborasi sejumlah lembaga dan telah melewati serangkaian uji coba lapangan bersama petani kecil di Kalimantan Barat selama 4 tahun terakhir .
JAKARTA-Yayasan Petani Pelindung Hutan (4F) Bersama dengan 4 lembaga organisasi masyarakat sipil nonprofit yaitu High Carbon Stock Approach (HCSA), Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Greenpeace dan Hight Coservation Value Network meluncurkan pedoman Panduan Bebas-Deforestasi untuk petani kecil pada hari Senin, tanggal 24 Juni 2024.
Panduan Bebas-Deforestasi untuk petani kecil diterbitkan berkat kolaborasi sejumlah lembaga dan telah melewati serangkaian uji coba lapangan bersama petani kecil di Kalimantan Barat selama 4 tahun terakhir. Panduan ini memiliki lebih dari 54 halaman berisi berbagai pedoman praktis yang sederhana bagi komunitas petani agar dapat mengidentifikasi dan memetakan area tutupan hutan dan lahan di desa mereka.
Tirza Pandelaki, Direktur Ekskutif 4F mengatakan “Tidak hanya berisi panduan praktis untuk mengidentifikasi dan memetakan area tutupan hutan, Panduan Bebas-Deforestasi untuk Petani Kecil ini akan memperkuat kelembagaan dan tata kelola sumber daya alam, serta menerapkan perangkat manajemen dan pantauan pelindungan hutan, juga memberikan insentif bagi masyarakat untuk mendukung pelindungan tersebut. Panduan ini mengharuskan adanya persetujuan atas dasar informasi di awal tanpa paksaan atau padiatapa (FPIC–free, prior, and informed consent) dari komunitas terkait.”
Ketua Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Sabaruddin, merespons baik hadirnya panduan ini. Dia menilai sebelumnya petani kecil sering disalahkan atas terjadinya deforestasi di Indonesia dan bahkan produknya tersisih dari pasar. “Kami berharap dengan pedoman ini para petani kecil anggota kami mendapat akses yang lebih adil terhadap pasar,” kata Sabaruddin.
Perwakilan petani dari Kalimantan Barat dan Sekretaris Komunitas Adat Poyo Tono Dayak Hibun, Andi Valens, menyatakan dukungan mereka terhadap panduan ini, “Saya melihat sendiri bahwa Toolkit ini benar-benar dikembangkan berdasarkan masukan dari para petani, masyarakat adat dan komunitas lokal. Ketika panduan ini diujicobakan di Kalimantan Barat. Saya sudah melihat sendiri dampak positifnya. Kami membutuhkan bantuan dari semua pihak agar para petani dapat menerapkan praktik-praktik terbaik dan terus melestarikan hutan tanpa meninggalkan kearifan lokal dan budaya kami.”