Success Story

“Melindungi hutan adalah melindungi budaya dan masyarakat adat”

“ Kami berharap dunia dapat memahami, menghargai dan mendukung upaya kami untuk melindungi hutan. Kami berharap semua pihak, terutama pemerintah,
pelaku usaha dan pasar dapat mendukung kami melalui kebijakan, program dan pembiayaan. Kami berharap upaya kami melestarikan hutan dapat memberikan nilai tambah dan produk kami dapat diterima dengan baik di pasar, untuk mendukung upaya kami untuk menjaga hutan tetap lestari dan terus terjaga dari generasi ke generasi.” Pius Onomuo, Temenggung Dayak Hibun

Lebih dari lima tahun Serikat Petani Kelapa sawit dengan dukungan High Carbon Stock Approach (HCSA) membangun sebuah pendekatan perlindungan hutan, yang kemudian diujicobakan di enam (6) desa di tiga (3) kabupaten di Kalimantan Barat. Pelaksanaan ujicoba pendekatan Stok Karbon Tinggi(SKT)-Nilai Konservasi Tinggi(NKT) yang disederhanakan untuk petani (dibaca SKT-NKT Smallholders Toolkit) ini tidak hanya berhenti pada proses identifikasi hutan dan luasannya, vegetasi dan spesies, tetapi bergerak lebih jauh dari itu, yaitu menghasilkan sebuah rencana pengelolaan dan pemantauan hutan terpadu di tingkat lanskap desa, serta menjembatani kebutuhan pasar terhadap komoditas yang bebas deforestasi tetapi juga yang inklusif dan berdampak pada petani kecil dan komunitas lokal yang melindungi hutan. Hasilnya berdampak positif dan patut disebarluaskan. Toolkit ini menjadi alat yang terbukti mampu mendokumentasikan dengan baik persoalan petani kecil dan komunitas lokal tentang dinamika relasi dan trade-off antara aspek ekonomi terhadap penghidupan, pelestarian hutan, penanganan dampak perubahan iklim dan inklusivitas berbasis gender di level pedesaan. Di mana, proses kerja pendekatan ini menawarkan alternatif solusi mempertahankan dan melestarikan hutan, membangun konsep diversifikasi mata pencaharian yang berkeadilan iklim dan lingkungan, serta inklusif dan adil gender. Partisipasi penuh stakeholder, komunitas adat/lokal, petani kecil dan masyarakat menjadi kunci keberhasilan implementasi pendekatan ini dalam mengidentifikasi masalah dan menyusun arah rencana pengelolaan dan perlindungan hutan terpadu tingkat lanskap, yaitu dengan penerapan asas Free Prior Inform Consent (FPIC) dalam setiap proses pengambilan Keputusan.

Kegiatan

Bagi masyarakat lokal, tanah dan hutan punya makna kelangsungan hidup, hingga makna magis religius yang menunjukkan hubungan kepada leluhur. Konklusi ini berangkat dari bagaimana masyarakat memaknai dan memperlakukan hutan. Kami menemukan hutan-hutan adat yang terus terjaga sampai saat ini di tengah desakan pembukaan hutan dan lahan menjadi perkebunan monokultur, misalnya sawit. Seperti contoh yang kami temukan di Desa Gunam, Kalimantan barat yang memiliki hutan dan sudah dijaga turun-temurun lebih dari 50 tahun. Mereka menyebutnya hutan adat Teringkang. Sanksi juga diberikan bagi barangsiapa yang menebang atau membuka hutan ini. Secara kolektif masyarakat mempercayai jika satu orang merusak hutan, seluruh kampung bisa kena sial. Dari sisi kekayaan ekologis, hutan seluas 22 hektar ini memiliki nilai keanekaragaman hayati yang tinggi, dan merupakan ekosistem bagi beberapa spesies tanaman seperti meranti batu (Shorea platyclados) yang memiliki status IUCN Endangered. Begitu juga di desa Setawar, terdapat tiga lokasi hutan adat dengan total luasan mencapai 302 hektar. Di Tengah desakan masifnya penebangan kayu, masyarakat tetap mempertahankan hutan karena sadar betul bahwa hutan menyimpan pengetahuan dan cerita tentang leluhur, menyimpan sumber daya obat dan makanan yang harus terus dijaga dan diteruskan pengetahuannya kepada anak-cucu. “Hutan adalah supermarket, apotik hidup kami”, begitu pengakuan mereka.

“Hutan sebagai museum berbagai jenis kayu dan pohon, dan tempat mencari berbagai jenis obat-obatan. Hutan bagi kami wajib dilindungi agar generasi kedepan mereka tau…. Apa itu kayu keladan, apa itu kayu mengkirai, tapang dan lain-lain”. Kepala desa Setawar

Rencana pengelolaan dan pemantauan hutan juga terintegrasi dengan beragam dukungan lainnya yang diberikan kepada komunitas lokal, masyarakat dan petani kecil yang melindungi hutan. Dukungan yang selanjutnya disebut Insentif dan Benefit (I&B) ini diberikan kepada masyarakat berdasarkan kebutuhan masyarakat setempat, baik dalam bentuk finansial maupun non-finansial. Kami mengidentifikasi kebutuhan petani kecil dan komunitas lokal untuk usaha perkebunannya, penghidupannya, dan dukungan perlindungan hutan yang mereka harapkan. Kebutuhan pada praktik kebun seperti pelatihan praktik budidaya yang baik (Good Agricultural Practices/GAP), dukungan pasar dan harga adil, inklusivitas petani dalam rantai pasok, serta ketersediaan moda produksi dan input produksi seperti pupuk dan sarana prasarana pendukung usaha agraris. Terkait pengelolaan hutan, kebutuhan legalitas hutan menjadi hal krusial yang selama ini digaungkan masyarakat, termasuk insentif untuk orang-orang yang melakukan patroli hutan agar hutan tetap terjaga, misal, dari pembalakan dan perburuan liar.  Beberapa dukungan I&B yang telah diberikan sejauh ini antara lain pelaksanaan pelatihan praktik budidaya terbaik (good agricultural practices), pembuatan pupuk alami, asistensi penyusunan peraturan desa tentang perlindungan hutan, legalitas hutan adat, pemetaan dan penentuan patok batas hutan dan lahan, peletakkan papan larangan di area hutan, serta insentif bagi tim penjaga hutan.

“Kami melindungi hutan kami untuk keperluan masyarakat kami setempat. Untuk pencarian rotan, membuat kerajinan tangan dan untuk tumbuh-tumbuhan tradisional.” “Kami berharap ada kegiatan seperti ini lagi di desa kami”. Banofasia, Desa Setawar

Pencapaian dan Dampak

Proses bekerja bersama masyarakat menghasilkan setidaknya 2.727 hektar hutan yang diidentifikasi sebagai hutan adat yang dilindungi oleh komunitas lokal, yang berada di luar Kawasan hutan. Dari total tersebut, 364 hektar di antaranya telah dipetakan dan diatur arah pengelolaan, pemanfaatan dan konservasinya melalui peraturan desa tentang perlindungan hutan. Selain itu, telah terbit tiga (3) peraturan desa, melatih 300 petani termasuk 10% diantaranya perempuan, dan enam (6) rencana pengelolaan dan pemantauan hutan terpadu tingkat desa. Dokumen rencana pengelolaan ini menjadi landasan dalam mengembangkan penerapan mekanisme manajemen pemanfaatan hutan, membangun manajemen unit, sistem pengelolaan hutan seperti agroforestry dan pengayaan tanaman hutan, serta sangsi dengan mempertimbangkan kombinasi dan kondisi komoditas pertanian dan perkebunan yang ada. Dokumen ini kemudian dapat menjadi dasar penyusunan peraturan desa tentang perlindungan hutan hingga rencana tata ruang desa. Dari proses ini terbukti, kesadaran masyarakat meningkat untuk menjaga hutan yang ditandai dengan adanya pemasangan plang larangan di sekitar area hutan, adanya manajemen unit penjaga hutan memberi dampak ditegaskannya aturan dan sanksi adat tentang perlindungan hutan, dan pemantauan hutan.

Pelajaran yang Dipetik & Tantangan

Kami menyadari, terdapat beragam kompleksitas keadaan dan silang sengkarut relasi sosial yang membentuk hidup dan penghidupan komunitas lokal, petani kecil dan masyarakat pedesaan hari ini. Di mana trade-off antara meningkatkan sumber penghidupan dengan membuka lahan menjadi peruntukan lain dan mempertahankan hutan menjadi tantangan besar. Hal itu juga yang kemudian seringkali dipakai sebagai narasi hitam memarginalkan petani kecil dan masyarakat yang dianggap sebagai pelaku penghilangan hutan. Tentu ini keliru besar.Di satu sisi, petani dan masyarakat lokal tidak memiliki kekuatan hukum yang cukup untuk menjaga hutannya, begitu juga dengan kapasitas yang terbatas dalam praktik konservasi yang berkelanjutan.

Kerja Besar ini dimanifestasikan lebih lanjut dalam satu wadah inisiatif yaitu Yayasan Petani Pelindung Hutan (Farmers for Forest Protection Foundation/ 4F) yang dibentuk dan diresmikan pada 1 Agustus 2023. 4F menjadi satu-satunya platform Yayasan yang dibangun dari dan untuk petani kecil dan masyarakat dan mengemban peran yang sangat spesifik-konkrit yaitu memberikan dukungan Insentif dan Manfaat kepada petani dan komunitas lokal dalam hal menjembatani smallholders dan pasar, produsen, pemerintah dan stakeholders lainnya. Sebagai hasil rekomendasi dari Centre for Climate and Sustainable Finance Dept Universitas Indonesia (CCSF – UI), 4F dirancang sebagai saluran pendanaan untuk memberikan dukungan baik finansial maupun non-finansial secara efisien dalam mendukung petani kecil, termasuk petani adat, yang menerapkan bebas deforestasi atau NDPE (No Deforestation, No Peatland Conversion and No Exploitation) dan melindungi hutan mereka. Pekerjaan inti 4F, sebagai perantara penghubung, adalah menerima, mengelola, mendistribusikan, memverifikasi, memantau, dan melaporkan keuangan yang memberikan dukungan kepada para petani. Oleh karena itu, kedepannya 4F sangat terbuka pada peran-kolaboratif dari berbagai pihak dalam mencapai tujuan besar mencapai produk bebas deforestasi dan dukungan kepada petani dan masyarakat lokal yang melindungi dan melestarikan hutan.